Ekonomi

Perang Dagang AS-China Gembosi Nilai Ekspor Indonesia 

JAKARTA-Perang dagang Amerika Serikat dengan China yang sudah terjadi beberapa bulan belakangan ini, secara tidak langsung telah ikut menggembosi nilai ekspor Indonesia.  Hal ini diakui Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution.  

"Pasar ekspor kita itu kan urutannya dari nomor satu China, kedua AS, ketiga Jepang dan selanjutnya baru India dan Uni Eropa. Nah kita terpengaruh langsung dari perang dagang itu, sementara upaya untuk mencari pasar alternatifnya kelihatannya lebih lambat," jelas Darmin di kantornya, Jumat, 15 Februari 2019.

Saat ini, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis total ekspor sepanjang Januari 2019 mencapai US$ 13,87 miliar, turun 4,70% dari Januari tahun lalu (year-on-year/ yoy) yang mencapai US$ 14,55 miliar.

Ekspor di bulan lalu juga tercatat turun 3,24% dari bulan Desember 2018 (month-to-month/ mtm).

Selain itu, Darmin juga mengingatkan soal kebijakan pemerintah India yang mempersulit ekspor produk minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) RI beserta turunannya dengan bea masuk tinggi 54% dan 44% sejak Maret tahun lalu dan masih berlaku hingga kini.

"Jadi bukan karena kita sudah melewati puncak dari kemampuan ekspor kita. Ini karena perkembangan dunia cepat sekali sehingga penyesuaiannya lebih lambat," katanya.

Selain itu, ekspor RI ke Negeri Tirai Bambu yang didominasi produk hasil tambang dan perkebunan juga sulit dialihkan ke negara lain.

"Artinya, kebijakan ekspor jangka pendek kita sekarang sedang memilih komoditi yang mau didorong, seperti kemarin otomotif. Setelahnya mungkin tekstil dan pakaian (TPT) lalu elektronik. Jadi kita akan arahkan ekspor kita ke produk industri manufaktur," tegasnya.

Selain itu, Darmin juga menegaskan ada produk hasil sumber daya alam yang ekspornya belum termanfaatkan dengan baik, yakni produk perikanan dan kelautan.

"Jadi untuk hasil SDA kita ingin mendorong perikanan," pungkasnya.(rdh/net)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar